Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, PKS Menolak!……

Jombang.pks.id : Sabtu malam, 3 Oktober 2020, diam-diam jajaran DPR RI membahas final Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law).

Namun, penetapan RUU Cipta Kerja tersebut mendapat penolakan dari Fraksi PKS ,

Dari Fraksi PKS RUU Cipta Kerja dipandang memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang disepakati bersama.

ada beberapa catatan mengapa omnibus law itu di tolak oleh  PKS

Pertama  RUU itu pada masa pandemi COVID-19 menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi, dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja.

Kedua banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidakoptimalan dalam pembahasan. Padahal undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini.

Ketiga Fraksi PKS memandang RUU Cipta Kerja tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun “resep” meskipun yang sering disebut adalah soal investasi.

Persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukan masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi misalnya ketidaktepatan itu adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif.

“Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha,” kata  anggota Baleg DPR RI FPKS Ledia Hanifa Amaliah dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI, seperti dilansir Antara.

Kempat menurut dia, secara substansi sejumlah ketentuan dalam RUU itu masih memuat substansi  yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang disepakati pasca-amandemen konstitusi.

Dia menjelaskan ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Ciptaker adalah ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing.

“Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhadap tenaga kerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon,” ujarnya.

Dia menilai RUU Ciptaker memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup misalnya dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.

Menurut dia, RUU itu juga memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya.

“Seyogianya apabila pemerintah bermaksud untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern,” ujarnya. (amr)

Sumber : (pikiran rakyat)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*